blank
Bupati Kudus saat membawakan sebuah puisi pada pembukaan PPN XI.

KUDUS – Kudus sekali lagi menjadi kabupaten yang didaulat untuk menyelenggarakan acara tingkat Internasional. Kali ini, Pembukaan Pertemuan Penyair Nusantara (PPN) XI digelar di kota kretek, Jumat (28/6) malam.

Para penyair dari Indonesia, Thailand, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Singapura pun turut andil dalam kesempatan tersebut. Dari tanah air, penyair Sutardji Calzoum Bachri yang masyhur dengan puisi “Tapi” nampak hadir di tengah-tengah puluhan ahli kesusastraan lainnya.

Acara yang berlangsung di Majesty Ballroom Hotel Griptha tersebut berlangsung meriah dan penuh kejutan. Salah satu kejutan datang dari Bupati Kudus H.M. Tamzil yang membacakan bait demi bait puisi “Bermula dari Al-Quds” karya Mukti Sutarman Espe. Apa yang dilakukan bupati ini sungguh berbeda dikarenakan tidak pernah terjadi sebelumnya.

“Pada kesempatan ini, saya juga terpanggil untuk membacakan sebuah puisi karya mas Sutarman yang diberi judul Bermula dari Al-Quds,” ujarnya disambut suka cita hadirin.

blank
Foto bersama seusai acara pembukaan.

Mengapa bupati memilih puisi berjudul “Bermula dari Al-Quds” ? Pihaknya menjelaskan, puisi tersebut kental dengan nuansa historis kota Kretek dan semboyan Gusjigang yang melekat di masyarakat. Menurutnya, jika semangat Gusjigang diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari warga masyarakat Kudus, pihaknya yakin bahwa kesejahteraan akan dapat dicapai.

“Ada semboyan yang ditinggalkan Sunan Kudus yakni Gusjigang. Gus artinya bagus, akhlaknya baik. Ji artinya ngaji, yakni pandai mengaji. Gang artinya berdagang atau semangat berwirausaha. Jadi kalau diterapkan semuanya insya Allah akan sejahtera,” ungkapnya.

Selain berpuisi, H.M. Tamzil juga mengangkat kearifan bahasa lokal lewat sambutan selamat datang memakai dialek Kudusan. Toleransi yang dijunjung tinggi masyarakat Kudus pun juga dikenalkan kepada tamu dari negara lain. Pihaknya mencontohkan, saat Syekh Ja’far Shodiq (Sunan Kudus) berdakwah menyebarkan agama Islam, Sunan Kudus tidak merobohkan bangunan menara yang merupakan bangunan suci umat Hindu.

Justru, Sunan Kudus berhasil mengakulturasikan budaya Islam-Hindu dengan dipadukannya bangunan menara dengan masjid Al-Quds secara bersebalahan. Selanjutnya, bupati mengingatkan pentingnya semangat persaudaraan dalam acara bertajuk “Puisi untuk Persaudaraan dan Kemanusiaan” tersebut.

“Menara Kudus adalah simbol toleransi umat beragama maupun simbol semangat persaudaraan. Semangat inilah yang mungkin mengilhami Pertemuan Penyair Nasional diberi tema Puisi untuk Persaudaraan dan Kemanusiaan. Semoga untaian kata indah dan penuh makna mengokohkan kembali semangat persaudaraan yang makin pudar seiring dengan menguatnya ego dan ketidakpedulian ,” terangnya. (SuaraBaru.id)