blank
LOMBAN: Kegiatan lomban (pesiar laut) di lokasi Pantai Taman Kartini Rembang.(Djamal A Garhan)

REMBANG – Tempat wisata Taman Rekreasi Pantai Kartini (TRPK) Rembang, Jawa Tengah, milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) setempat, butuh penanganan serius. Persoalannya, kontrak pengelolaan tempat wisata itu dengan PT Mantingan Karya Aditya (MKA) sudah habis sejak 9 Juni 2019.

Pantauan suarabaru.id di lokasi, Kamis (20/6) siang tadi, menunjukkan tempat wisata itu masih beroperasi, meski tidak seramai biasanya. Tempat parkir di bagian depan pintu masuk wisata yang biasanya penuh kendaraan pengunjung, setelah massa kontrak habis terlihat sepi.

Pintu masuk dan loket pembelian karcis memang masih buka dan dijaga petugas, tetapi juga terlihat sepi. Hanya ada sejumlah pengunjung yang masuk, namun sebagian besar menuju kolam renang. Sementara beberapa pekerja nampak santai, karena tak banyak pekerjaan yang dilakukan.

Pengelola TRPK yang merupakan kepercayaan PT MKA, Sriyono, mengaku belum bisa memastikan apakah PT MKA akan memperpanjang kontrak atau tidak. Masalahnya, Komisaris Utama PT MKA, Tri Supritoyo yang berdomisili di Jakarta sedang sakit. “Sampai sekarang saya belum bisa berkomunikasi dengan Mas Toyo (panggilan komisaris itu),” kata Sriyono.

Dijelaskan, kontrak TRPK berlangsung pada tahun 2018, dengan nilai kontrak Rp 700 juta bayar di depan. Sementara untuk membenahi wahana di TRPK, PT MKA telah menghabiskan dana Rp 1,2 milyar. “Jika dihitung dengan jumlah pemasukan dikurangi dengan pengeluaran, hasilnya masih minus Rp 800 juta.

Itu sebabnya, Sriyono mengaku tidak tahu apakah PT MKA masih akan memperpanjang kontrak atau berhenti kontrak. Sementara dari Pemkab Rembang sudah memberikan sinyal, jika diperpanjang harga kontraknya dinaikkan menjadi Rp 1 milyar.

Pemkab juga memberi kesempatan kepada pihak ketiga lainnya yang mau mengelola TRPK, dengan sistem kontrak. “Sebenarnya saya juga sanggup mengelola TRPK, tetapi sistemnya jangan kontrak, tetapi bagi hasil biar sama-sama untung,” ucap Sriyono.

Dia berharap pengelolaan TRPK segera ada kejelasan. Sebab di lokasi wisata itu ada 30 pekerja yang harus diperhatikan nasibnya. “Kalau tidak ada kejelasan, lantas siapa yang bertanggungjawab untuk menggaji para pekerjanya,” kata Sriyono.

Pemerhati masalah sosial di Rembang, Surijanto, mengatakan penetapan harga kontrak TRPK sebesar Rp 1 milyar dinilai terlalu tinggi. Pasalnya, selain tempat wisata itu minim fasilitas, sekarang di desa-desa banyak bermunculan tempat wisata baru. Sehingga cukup berat bagi pengontrak jika harus membayar biaya kontrak Rp 1 milyar.

Kepala Dinas Pariwisata Rembang, Dwi Purwanto membenarkan bahwa kontrak TRPK oleh PT MKA sudah habis, dan sekarang seluruh aset obyek wisata tersebut diambil alih oleh pemkab. Meski begitu, pelayanan destinasi wisata harus tetap jalan.

‘Sekarang kami mempercayakan kepada Pak Sriyono selaku pribadi untuk mengelola TRPK, sambil menunggu kemungkinan ada pihak ketiga yang mau mengontrak TRPK,” kata pejabat itu.

Disinggung soal nasib pekerja di obyek wisata itu, ia mengatakan soal penggajian merupakan tanggung jawab pemkab. Namun pekerjanya tidak sebanyak dulu, sekarang ada pengurangan sekitar 50 persen,” terangnya.

Harapan Dwi Purwanto, untuk ke depan nanti kalau bisa kontrak TRPK tidak hanya satu atau dua tahun saja, tetapi bisa lebih panjang waktunya lagi. Tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan kepada pihak ketiga guna mendapatkan keuntungan.(suarabaru.id/Djamal A Garhan)