blank
Aksi Densus 88 Antiteror. Ilustrasi

KUDUS – Ditangkapnya UA, terduga teroris di Desa Prambatan Lor, Kecamatan Kaliwungu Kudus, oleh Densus 88 Antiteror, Selasa (14/5) lalu, menambah daftar panjang keterlibatan warga Kudus dalam gerakan radikalisme. Jauh sebelum kejadian tersebut, beberapa tokoh gerakan terorisme dari Kudus, tak luput dari sergapan tim Densus 88.

Mengapa begitu banyak warga Kudus yang terlibat dalam gerakan radikalisme. Apakah Kudus memang lahan yang subur untuk berkembangnya faham radikalisme. Tentunya, radikalisme tersebut tak akan tumbuh tanpa ada benih yang tersemai.

Untuk sekedar mengingatkan, berikut adalah catatan terkait keterlibatan beberapa tokoh gerakan terorisme dari Kudus. Mereka diantaranya ada yang disergap di Kudus maupun tewas dalam penggerebekan di daerah lain. Selain itu, ada pula sekelumit kisah Batalyon 426 Kudus yang banyak dikatakan merupakan salah satu akar ideologi radikalisme di kota kretek.

Budi Pranoto alias Urwah

Di penghujung Ramadan tahun 2009 silam, masyarakat Kudus dikejutkan kabar adanya seorang warga Desa Mijen, Kecamatan Kaliwungu bernama Budi Pranoto alias Urwah, yang tewas dalam penggerebekan Densus 88 Kampung Madaran Solo, tepatnya pada 17 September 2009 silam. Urwah, merupakan salah satu dari empat tersangka teroris  yang masuk dalam buron kasus pengeboman hotel Ritz Carlton-JW Marriot kala itu.

Proses pemakaman Urwah yang dilakukan pada 2 Oktober 2009 pun terbilang cukup dramatis. Warga desa Mijen sempat melakukan aksi penolakan atas pemakaman Urwah di kompleks pekuburan desa.

blank
Jenazah tersangka teroris Urwah yang tewas dalam penggerebekan Densus 88 saat dimakamkan di Desa Mijen, Kaliwungu.; foto: dok/Suarabaru.id

Teriakan takbir yang seakan mengagung-agungkan Urwah sebagai Mujahid yang muncul saat jenazah Urwah diberangkatkan dari rumahnya ke pemakaman, sempat memancing ketegangan dengan warga yang awalnya melakukan penolakan. Pasalnya, dalam kesepakatan sebelumnya, warga sepakat menerima jenazah Urwah dengan syarat pemakaman tanpa diwarnai yel-yel yang mengesankan Urwah sebagai pahlawan.

Hanya saja, ketegangan tersebut akhirnya bisa diredam ketika warga Mijen akhirnya membiarkan aksi tersebut, untuk menjaga kondusifitas desa. Namun, setelah melalui musyawarah dengan berbagai pihak, pemakaman jenazah Urwah pun bisa dilakukan.

Penggerebekan Abu Tholut

Kejadian tak kalah dramatis juga terjadi pada 10 Desember 2010. Salah seorang tokoh dalam gerakan radikalisme Indonesia, Abu Tholut, digerebek Densus 88 di rumahnya, Dukuh Pondok, Desa Bae, Kecamatan Bae. Saat itu, Abu Tholut yang dikabarkan memiliki senjata api, akhirnya bisa ditangkap tanpa perlawanan.

Pria yang antara lain menurut polisi kerap memakai nama Imron Baihaqi alias Imron alias Musthapa alias Herman alias Haafid Ibrohim ini, menjadi salah satu buronan utama Indonesia setelah Noordin M Top dan Dulmatin tewas ditembak awal tahun 2010 dalam serangkaian sergapan oleh pasukan khusus anti teror, Densus 88.

Informasi yang ada Abu Tholut adalah bekas petempur di Afghanistan dan seorang “instruktur hebat” yang membantu pelatihan anggota militan Muslim di kawasan Mindanao, Filipina selatan.

Dalam persidangan, akhirnya Abu Tholut dijatuhi hukuman penjara selama delapan tahun karena terbukti melanggar UU Tindak Pidana Terorisme. Hakim menilai Tholut bersalah karena menjadi pemimpin pelatihan teroris di Aceh.

Saat ini, Abu Tholut sudah bebas dan kembali menjalani aktifitas kesehariannya di Kudus. Bahkan, tak jarang Abu Tholut didapuk menjadi pembicara seminar-seminar deradikalisasi yang digelar pemerintah.

Bayu Stianto Alias Ustad Harun

Bayu Setianto terduga teroris asal Kudus tewas dalam penggrebekan Densus 88 di Kebumen pada 9 Mei 2013.  Bayu diduga terlibat dalam jaringan Abu Roban, kelompok yang menjadi pemasok dana gerakan terorisme di tanah air.  Pria yang juga dipanggil Ustad Harun tersebut dimakamkan di Desa Hadipolo Kecamatan Jekulo Kudus pada 24 Mei 2013.

blank
jenazah tersangka teroris Bayu Stianto alias Ustad Harun yang tewas tertembak Densus 88 saat dimakamkan. foto: dok/Suarabaru.id/

Sama seperti Urwah, pemakaman Bayu juga dihadiri ratusan temannya dari Solo dan beberapa daerah lain di Jawa Tengah. Sempat pula terjadi aksi penolakan warga, namun pada akhirnya jenazah Bayu dapat dikebumikan.

Zaenuri alias Toni

Zaenuri (30), merupakan terduga teroris yang juga tewas ditembak Detasemen Khusus 88 Anti Teror Mabes Polri di Kebumen bersamaan dengan Bayu Stianto.  Namun, pemakaman Zaenuri baru dilakukan pada 30 Mei 2013 di Desa Klumpit, Kecamatan Gebog.

Pemakaman Zaenuri yang sebelumnya juga ditolak warga, akhirnya tetap bisa dilakukan setelah ada musyawarah dengan warga dan keluarga almarhum.

Zaenuri yang juga memiliki nama alias Toni, merupakan bagian dari kelompok Abu Roban alias Bambang Nangka alias Untung Hidayat yang tewas di Batang, Kelompok pimpinan Abu Roban ini spesialis pengumpul dana untuk aksi teror. Mereka telah melakukan perampokan atau fa’I di sejumlah tempat dan berhasil mengumpulkan miliaran rupiah. Abu Roban diketahui terkait DPO teroris Poso, Santoso dan Autat Rawa, serta Abu Omar, pemasok senjata api dari Filipina.

Selain peristiwa-peristiwa tersebut, dimungkinkan banyak catatan lain terkait keterlibatan orang Kudus dalam gerakan radikalisme.

Genealogi gerakan terorisme di Kudus

Banyaknya warga Kudus yang terlibat bahkan menjadi tokoh dalam gerakan terorisme di tanah air, mungkin sedikit memunculkan pertanyaan. Sebab, secara permukaan selama ini Kudus dikenal sebagai kota yang toleran dengan sejarah panjang Sunan Kudus.

Namun, jika merunut sedikit ke masa revolusi, akar radikalisme yang  ada di Kudus sebenarnya bisa mulai dilacak sejak adanya insiden Batalyon 426  di tahun 1951. Batalyon 426 yang markasnya kini menjadi gedung Jam’iyyatul Hujjaj Kudus (JHK), merupakan salah satu Batalyon yang terlibat pemberontakan DI/TII.

Baca juga: Terduga Teroris yang Ditangkap di Kudus ternyata Penjual Ikan Cupang

Menurut tokoh Kudus, Edi Yusuf, Batalyon 426 merupakan 426 kumpulan dari laskar-laskar pejuang sebelum kemerdekaan Indonesia. Oleh pemerintah, Batalyon ini diindikasikan terlibat dalam gerakan pemberontakanDI/TII.

Dalam buku INFANTERI The Backbone of the Army. Priyono diceritakan, Batalyon ini ditumpas oleh pasukan pasukan Diponegoro (yang kini bernama Kodam IV/Diponegoro). Sebanyak tiga Batalyon, yaitu Batalyon 424, 421, dan 425, dikerahkan untuk mengepung markas Batalyon 426 di Kudus.

Mengaitkan peristiwa Batalyon 426 dengan akar radikalisme di Kudus tentu merupakan kesimpulan yang terburu-buru. Namun, setidaknya hal tersebut bisa menjadi gambaran mengapa banyak tokoh-tokoh gerakan terorisme yang berasal dari Kudus.

Tm/Ab