blank
MAKAM KUNO: Makam kuno, yang konon merupakan makam Putri Champa di komplek pasujudan Sunan Bonang, di Desa Bonang, Kecamatan Lasem, Rembang, masih didatangi banyak orang.(Djamal A Garhan)

REMBANG –Makam seringkali dikonotasikan sebagai tempat yang menakutkan. Tetapi oleh sebagian masyarakat kita, makam kuno sering menjadi obyek wisata riligi yang cukup menarik.
Itu sebabnya, beberapa makam kuno di Kabupaten Rembang kini menjadi perhatian pemerintah setempat. Di Kecamatan Lasem misalnya, ada makam Putri Champa, makam Adipati Tejokusumo, makam Sayid Abubakar (Santi Puspo), dan makam Nyai Ageng Maloko. Makam yang memiliki latarbelakang sejarah berbeda itu telah dibenahi, meski masih jauh dari kesempurnaan sebagai tempat wisata.
Dari hasil penelitian Pusat Studi Sejarah dan Budaya Maritim Universitas Diponegoro Semarang, bekerja sama dengan Dinas Pariwisata Rembang beberapa tahun lalu membuahkan kesimpulan bahwa makam kuno di Rembang layak untuk dijadikan sebagai ajang pembelajaran sejarah bagi generasi mendatang. Karena itu harus dilindungi keberadaannya.
Memang, sudah lama makam-makam itu dikeramatkan oleh banyak orang. Mereka percaya bahwa nama makam-makam itu merupakan sosok yang dikenal atau disegani pada masa hidupnya.
Karena sering dikunjungi banyak orang, pemkab akhirnya membenahi makam tersebut dan sekaligus menjadikan sebagai salah satu obyek wisata.
Siapa sebenarnya Putri Champa itu? Sosok Putri Champa yang memiliki nama asli Bie Nang Tie ini dipercaya oleh masyarakat Rembang sebagai pengikut setia Sunan Bonang. Putri ini berasal dari Champa, yakni wilayah Tonkin yang dulu masuk wilayah Kamboja (sekarang masuk Vietnam).
Semasa remajanya wanita itu tak mau lepas dari Sunan Bonang. Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk mengikuti Sunan Bonang dan belajar agama Islam. Bahkan sampai meninggal pun dia masih berstatus sebagai murid Sunan Bonang. Oleh gurunya dia dimakamkan di atas bukit Bonang (sekarang komplek pasujudan Sunan Bonang).
Sedangkan sosok Adipati Tejokusumo merupakan Bupati Lasem dari generasi keempat setelah Bupati Santi Puspo. Ia menjadi Bupati Lasem tahun 1585 dan menempatkan kekuasaannya di Soditan. Ketika meninggal, Adipati Tejokusuno dimakamkan di sebelah barat Masjid Jami’ Lasem.
Sedang makam Sayid Abubakar ada di Dusun Caruban, Desa Kedongmulyo, Kecamatan Lasem. Di kalangan masyarakat setempat dia dikenal sebagai Mbah Santi Puspo atau Mbah Imam. Ia juga dipercaya sebagai salah satu penyebar agama Islam yang cukup gigih.
Sementara Nyai Ageng Maloko merupakan anak pertama Sunan Ampel. Nama asli wanita ini adalah Siti Syariah. Dia memiliki tiga adik, yaitu Sunan Bonang, Sunan Drajat, dan Nyai Ageng Manila (istri Sunan Kalijaga).
Nyai Ageng Maloko merupakan istri Adipati Lasem bernama Wiranagara. Dia meninggal pada usia yang relatif muda, yakni 39 tahun. Oleh suaminya jenazah wanita itu dimakamkan di Caruban, Lasem.
Sebenarnya, masih banyak lagi makam kuno yang sering dikunjungi orang, karena dianggap keramat. Namun sejauh ini belum dilakukan penelitian, sehingga belum bisa diungkap latar belakang sejarahnya.
Kepala Dinas Pariwisata Dwi Purtwanto menjelaskan, beberapa makam kuno di daerahnya, utamanya di Lasem sudah dikenal oleh banyak orang.
Itu sebabnya, pemkab membuat paket wisata riligi, yakni ziarah (spiritual tourism package)ke makam kuno.
Paket wisata ini mengatur suatu kunjungan ke tempat wisata budaya dan sejarah, utamanya di tempat yang sakral dan suci seperti makam, tempat ibadat, dan petilasan. Adapun orientasi dari wisatawan biasanya lebih mengarah pada bentuk ziarah agar terpenuhi kebutuhan spiritual religiusnya.(suarabaru.id/Djamal A Garhan)

8

MAKAM KUNO: Makam kuno, yang konon merupakan makam Putri Champa di komplek pasujudan Sunan Bonang, di Desa Bonang, Kecamatan Lasem, Rembang, masih didatangi banyak orang.(Djamal A Garhan)