blank
Ruang di dalam toko buku impor ini juga tersedia kursi dan meja untuk membaca buku yang diinginkan sebelum dibeli. Foto: Resy

SEMARANG- Books merupakan satu-satunya toko buku impor bekas yang berada di Kota Semarang. Berlokasi di Jalan Dorang No 7 Kelurahan Dadapsari Semarang atau dekat dengan stasiun Tawang, toko buku ini didirikan sejak tahun 2008 oleh Syaulina Dahara.

Bangunan toko ini klasik, terdapat sofa yang bisa digunakan pengunjung untuk sekadar membaca dan pada dinding-dinding ruangan terdapat lukisan karena pada awalnya pada toko ini memiliki galeri lukisan. Lokasi toko ini berada di lantai dua dan pada lantai dasar sedang dalam tahap pembangunan yang rencananya akan dibangun sebuah kafe.

Rahma, selaku pengelola toko mengatakan buku-buku yang berada di toko ini didatangkan dari Inggris dan Amerika karena kebetulan si pemilik memiliki saudara di Amerika, dan biasanya buku-buku ini didatangkan setiap dua sampai tiga bulan sekali.

Jenis-jenis buku yang ada pada toko ini di antaranya buku bacaan anak-anak, novel, psikologi, komunikasi, kesehatan, referensi untuk perkuliahan, biologi, hukum, manajemen, dan akuntansi.

“Biasanya yang datang ke toko kami dari kalangan mahasiswa, dosen, hingga orang tua yang mengantar anak-anaknya yang sekolah di billingual school ” ujar Rahma (8/3).

blank
Sebuah sudut di toko buku impor. Serasa berada di perpustakaan. Foto: Resti

Harga pada setiap buku yang dijual beragam, mulai dari Rp 17 ribu hingga Rp 130 ribu. Harganya yang terjangkau membuat kalangan mahasiswa berkunjung ke toko ini.

Tahta, mahasiswi jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dari Universitas Diponegoro mengatakan, ia berkunjung ke Books karena mencari buku yang direkomendasikan oleh dosennya sebagai penunjang perkuliahan, dan mengetahui keberadaan toko buku impor bekas ini dari kegiatan walking tour Semarang.

Toko buku Books ini buka setiap hari Senin-Sabtu mulai pukul 08.00 WIB hingga 16.00 WIB.

“Ini memang surga bagi mereka yang membutuhkan atau hobi mengoleksi buku impor untuk perpustakaan pribadinya,” ujar Nita, seorang mahasiswi sebuah PTS di Semarang.

suarabaru.id/haresti asysy