blank

DEMAK – Tegakkan sikap media sebagai bagian dari pilar-pilar kebangsaan. Wartawan dan media berada dalam kondisi untuk memilih secara etis, akankah bersikap waras atau tidak waras? Bening atau keruh? Memiloh menjadi pilar keberagaman atau malah berkontribusi dalam kesilangsengkarutan kehidupan berbangsa dan bernegara?

Pertanyaan-pertanyaan itu dipaparkan oleh Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah Amir Machmud NS dalam Diskusi “Media Massa Perekat Persatuan Bangsa” yang digelar oleh PWI Kabupaten Demak beraama Kantor Kesbangpol Pemkab di Hotel Amantis, Demak, Sabtu 2 Februari.

Pembicara lainnya, Sekda Kabupaten Demak Singgih Setiono dan Staf Ahli yang mewakili Bupati, Muliana. Diskusi dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional Ke-73 itu diikuti oleh mahasiswa, ormas kepemudaan, dan sejumlah elemen masyarakat.

Realitas Keterbelahan 

Menurut Amir Machmud, sekarang ini kita dihadapkan pada realitas keterbelahan bangsa secara dikotomik. Terdapat kondisi “kami dan mereka”, “minna wa minkum”, yang ketika kita berbeda akan serta merta mudah dianggap sebagai “liyan”.

Kondisi ini mengingkari hakikat keberagaman sebagai sunnatullah dalam kehidupan Indonesia yang berbhineka. Maka praktik berjurnalistik dan bermedia mestinya harus berorientasi pada nalar keindonesiaan itu.

“Tarikan dominasi kepentingan memang akan selalu ada seiring dengan perebutan ruang publik oleh kepentingan politik kekuasaan. Media, dengan demikian, harus mau berintrospeksi untuk kembali meraih kepercayaan publik dengan menempuh standar mekanisme berjurnalistik, yakni memahkotakan akuntabilitas dan disiplin verfisikasi,” kata wartawan Suara Merdeka itu.

Kemauan berintrospeksi untuk menguatkan nilai-nilai keberagaman dalam berkebangsaan itulah yang menurutnya menjadi tantangan media saat ini. (suarabaru.id/mn)