blank
MEMBLUDAK : Pasien anak membludak di RS dr Soetijono Blora, memaksa pihak RS membuka tempat tidur cadangan di teras atau lorong. Foto : Wahono

BLORA – Pasien demam berdarah (DB) mulai membludak di rumah sakit (RS) Blora. Bahkan sejumlah pasien anak-anak, terpaksa dirawat di tempat tidur cadangan, yakni dengan memanfaatkan teras rumah sakit.

Sementara Dinas Kesehatan (Dinkes), mulai mewaspadai pola lima tahun sistem anti body berkurang, karena berpotensi mudah terjangkit virus demam berdarah dengue (DB dengue).

“Kami serius mewadai pola lima tahun sistem anti body berkurang, masa yang rawan dengan virus DB dengue,” jelas Lilik Hernanto, Selasa (8/1).

Sekretaris juga pelaksana tugas (plt) Kepala Dinkes Blora itu menambahkan, telah mendapat informasi kasus DB meningkat di rumah-tumah sakit Blora, sehingga pasien terpaksa dirawat di teras.

Data yang masuk ke Dinkes, DB sepanjang 2018 di wilayah Blora mencapai  357 kasus, enam orang pasien diantaranya meninggal dunia (MD).

Sementara masuk hari kedelapan 2019  atau 8 Januari 2019, kasus DB yang masuk di kantor Dinkes sudah menyerang 30 orang, dan kini pasien-pasien  itu sedang dirawat di bebrapa RS.

Terpisah  Kepala Bidang (Kabid) Pelayanan Rumah Sakit dr. Soetijono Blora, H. Jamil, membenarkan kapasitas tempat tidur perawatan pasien anak yang berjumlah 28 penuh, sedangkan jumlah pasien ada 40 orang lebih.

blank
FOGGING : Petugas Dinkes Blora bekerja keras melakukan fogging di komplek perumahan warga Tempelen, Kecamatan Kota Blora. Foto : Wahono/

Waspada

Untuk bisa menampung pasien tersebut, pihaknya memasang tempat tidur cadangan sebanyak 20 unit di teras (lorong) RS yang diberi pengamanan khusus, namun tetap dengan pelayanan yang memadai.

“Ada 40 pasien anak, sebagian karena DB, makaq ada yang kami rawat di tempat tidur cadangan teras rumah sakit,” jelas Jamil.

Lilik Henarnto kembali menambahkan, Blora memang masuk wilayah rawan kasus DB, sehingga Dinkes jauh-jauh hari rajin memberi sosialiasi dan peringatan pada masyarakat luas agar selalu waspada.

Menuruntya, musim hujan seperti banyak genangan atau kubungan air, ini bisa menjadi media tumbuh kembangnya nyamuk aedes aegypti.

Dinkes, lanjutnya, berharap tidak terjadi wabah DB dalam siklus lima tahunan. Maka tindakan utama yang dilakukan warga harus bisa mencegah penyakit tersebut dengan program pemberantasan sarang nyamuk (PSN).

Menurut Lilik,fogging (pengasapan) memang terus digeber, namun ini hanya bagian dari upaya pencegahan saja.

Terpenting, lanjutnya,  adalah dengan gerakan masssa menutup, menguras dan mengubur media (3M) di tempat perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti.

“Fogging hanya membunuh nyamuknya saja, tidak sampai jentik-jentik (bibit) nyamuk, terpenting adalah 3M itu,” pungkasnya. (suarabaru.id/wahono)