blank
Kapolres AKBP Uri Nartanti Istiwidayati dan Kasat Reskrim AKP Aditia Mulya Ramdhani (kedua dan kesatu dari kanan), mewawancarai tersangka Wonri (duduk di kursi roda), preman residivis yang melakukan pemerasan dan perampasan uang memakai pedang.(suarabaru.id/bp)

WONOGIRI – Andrian Novian alias Wonri (32), seorang residivis yang baru keluar dari LP Nusakambangan, melakukan pemerasan dan perampasan uang dengan bersenjatakan pedang. Setelah menjadi huron, dia berhasil ditangkap dan dilumpuhkan memakai tembakan oleh Tim Resmob Polres Wonogiri pimpinan Kasat Reskrim AKP Aditia Mulya Ramadhani. Pria kelahiran Wonogiri Tanggal 25 Nopember 1986 ini, ditangkap di Desa Kepuh, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo, setelah berusaha kabur sejak melakukan pemerasan dan perampasan uang di rumah Tri Handoyo di Lingkungan Cubluk RT 4/RW 4, Kelurahan Giritirto, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, Minggu (23/12) lalu.

Kapolres Wonogiri AKBP Uri Nartanti Istiwidayati didampingi Kasat Reskrim AKP Aditia Mulya Ramdhani dan Kasubag Humas Kompol Hariyanto serta Kanit Provos Iptu Supardi, Kamis (27/12), menyatakan, tersangka Andrian Novian alias Wonri merupakan penduduk Lingkungan Bahuresan RT 4/RW 2, Kelurahan Giritirto, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri. Tersangka Wonri terpaksa dilumpuhkan dengan tembakan pada kakinya, ketika berusaha kabur saat dikeler dalam upaya mencari barang bukti pedang miliknya yang dibuang ke dekat Sungai Bengawan Solo.

Kecuali meringkus tersangka, polisi juga mengamankan barang bukti berupa sebuah ponsel, sebuah sepeda motor Honda Supra-125 berplat nomor AD 3240 XF, uang tunai Rp 15.185.000,-, pecahan kaca akuarium, pecahan piala warna kuning keemasan dan sebilah pedang. Tersangka yang dikenal sebagai preman ini, kini dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 368 KUHP tentang perampasan yang ancaman hukumannya 9 tahun, Pasal 406 KUHP terkait dengan tindak pengerusakan yang ancaman hukumannya 2 tahun 8 bulan, serta Undang-Undang Darurat Nomor: 12 Tahun 1951 karena pemilikan pedang, yang ancaman hukumannya 10 tahun.

Sebagai residivis, pada Tahun 2008/2009 Wonri pernah dihukum karena pencurian kekerasan (Curas). Ketika menjalani hukumannya di Rutan Wonogiri, Wonri melakukan pembunuhan kepada sesama Napi. Karena itu, hukumannya menjadi bertambah panjang, dan dia dipindahkan ke LP Nusakambangan. Tapi baru bebas sekitar 6 bulan belakangan ini, dia melakukan kejahatan lagi. Kapolres membenarkan, sebagai preman keberadaan Wonri meresahkan masyarakat. Dia suka berulah melakukan pemerasan, tapi korbannya enggan melapor karena takut diancam.

”Kamu pernah dihukum ?,” tanya Kapolres yang dijawab tersangka pernah dihukum 15 tahun. Tindak kejahatan di rumah Tri Handoyo, dia lakukan karena disulut oleh rasa dendam dan kecewa. Wonri mengaku masih famili dengan korban, saat datang ke rumahnya tidak tahu kalau di rumah tersebut ada uang dalam jumlah Rp 22 juta hasil setoran penjualan ayam, yang tengah dihitung oleh Bintoro (karyawan Tri Handoyo). Tri Handoyo alias Gombloh, saat itu tidak berada di rumah. ”Setelah 15 tahun saya dihukum, saya datang untuk minta uang guna membeli bakso, tapi tidak diberi dan saya malah diusir. Ini yang membuat saya menjadi marah,” ujar Wonri.

Bersenjatakan pedang di tangan, Wonri mengancam kepada Bintoro yang sedang menghitung uang dan kemudian merampasnya sebelum kabur. Itu dilakukan, setelah mengamuk merusak kaca akuarium dan membabat putus piala yang ada di rumah Tri Handoyo. Dengan pedangnya, Wonri sempat mengancam Joko Purnomo yang saat itu akan salat ke Masjid yang terletak di sisi rumah Tri Handoyo.(suarabaru.id/bp)