blank
Amir Machmud NS, Ketua PWI Jateng

Pemilu Indah dengan Adab yang Indah

Oleh Amir Machmud NS

“Kegembiraan memilih”, adakah itu keniscayaan?

“Pesta demokrasi”, sudahkah elan itu tergaransi mewujud benar-benar sebagai pesta rakyat?

“Kampanye damai”, apakah slogan bening itu bukan sekadar mimpi?

“Pemilu yang indah”, sebatas angan-angankah frasa ini, atau juga merupakan sebuah keniscayaan?

Lembaga-lembaga penyelenggara pemilu, saya tahu, telah bekerja keras dengan bobot kesungguhan dan tanggung jawab untuk mewujudkan impian-impian tersebut. Slogan-slogan digaungkan. Pakta integritas dikumandangkan. Komitmen-komitmen dikampanyekan. Ya, karena semua sadar pemilu merupakan pintu masuk untuk membangun penyelenggaraan negara dan pemerintahan menuju kesejahteraan lahir-batin yang lebih baik bagi rakyat.

Malam ini, bersama Bawaslu dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Jawa Tengah, kita hadir dalam ruang refleksi bersama untuk mengingatkan kembali mengenai impian-impian pemilu yang indah itu. Kali ini Bawaslu dan PWI mencoba “berjeda” dari rutinitas kehirukpikukan, dengan memformat ruang dan wilayah yang berbeda dari bentuk keseharian dalam menjalankan fungsi pengawasan penyelenggaraan pemilu.

Malam bersajak, malam berpuisi, malam yang pasti lebih lembut setidak-tidaknya bila dibandingkan dengan hari-hari yang penuh dengan tarik-menarik kepentingan dan tuntutan kejelian dalam menerapkan aturan-aturan. Namun ini jelas bukan malam yang kosong dengan hanya memanggungkan seni tanpa visi. Kita mencoba untuk menjelajah ruang dan waktu dengan tujuan yang sama, hanya kemasannya yang berbeda.

Percayakah Saudara-Saudara bahwa kata, kalimat, struktur, dan logika akan menjadi pesan penuh makna manakala kita tepat dalam mengemasnya?

Percayakah Saudara-Saudara, bahwa tak selalu kelantangan verbalisme dalam mengungkapkan kontrol, kritik dan kata hati akan selalu efektif dalam menyampaikan pesan?

Percaya pulakah Saudara-Saudara bahwa dialog,debat, ofensivitas, dan defensivitasdalam format keras yang mengabaikan adab bakal mendeterminasi penyempurnaan pelaksanaan demokrasi kita, sebagai kemasan yang tentu berbeda rasa dari konsep malam bersajak sekarang ini?

Saya termasuk yang percaya, kemasan punya kekuatan makna yang luar biasa. Cara menyampaikan akan membawa penerimaan yang berbeda. Maka kalau Bawaslu dan PWI Jawa Tengah berikhtiar untuk “berjeda” dari pola-pola kontrol dan pengawasan yang reguler dengan menggelar baca puisi seperti sekarang, sebenarnyalah ini adalah bagian dari ijtihad menggapai pemilu yang indah. Ini adalah bagian dari sikap dalam menyiapkan diri menghadapi Tahun Politik 2019 dengan hati yang bening.

Sekencang apa pun kritik, kontrol, dan iktikad pengawasan yang terkemas lewat kata-kata dan kalimat, pemaknaan sebagai “adab” akan lebih kuat ketimbang pertunjukan “lomba verbalitas” yang mengabaikan kesantunan antara dua kelompok besar yang sedang mempertarungkan kekuasaan dengan mengatasnamakan rakyat dan demokrasi.

Lewat puisi kita resapi, kita hayati, dan kita renungkan. Yakinilah bahwa ikhtiar berbicara dengan hati, berinteraksi dengan rasa, mengkritik dan menyorot dengan kelembutan akan menghasilkan nilai moratorium dari perdebatan-perdebatan yang kadang tanpa kontrol membelah bangsa ke dalam faksionasi dan aliran. Padahal, bukankah kita juga merasakan realitas indahnya keberagaman dalam kebhinekaan yang memang melekat sebagai karakter dan adab bangsa ini?

Terkadang, kita butuh jeda. Dan, dengan puisi sejenak kita kembali menjadi manusia…(suarabaru.id/Amir Machmud NS, Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah).