blank
MENCOLOK : Tulisan mencolok penuh arti, we have hope (kami memiliki harapan), terpampang di salah satu teras bagian dalam.

Rumah Damai, Jalan Pulang Pecandu Narkoba

Oleh: Kunarto Marzuki

YA, Rumah Damai adalah tempat kepercayaan ditumbuhkembangkan. Tidak ada satpam dan penjaga rumah. Yang ada adalah saling percaya dan menguatkan. Yang senior menjaga yang baru datang. Yang baru datang belajar pulih dan berkembang.

DUA puluh satu tahun silam menjadi titik balik bagi Pak Mulyadi. Tepatnya pada tahun 1997, keponakannya meninggal dunia akibat over dosis narkoba. Sejak saat itu, tekadnya untuk mengabdikan diri, membantu memulihkan para pecandu narkoba semakin kuat. Itulah pekerjaan yang tidak bisa disambi, harus fokus, total, dan memerlukan perhatian khusus.

Perkerjaannya sebagai CEO salah satu hotel ternama di Jakarta ditinggalkan. Dia pergi ke Semarang. Di sebuah kampung, Gunungpati, dia mendirikan rumah rehabilitasi bagi pecandu narkoba.

Rumah Damai. Di atas lahan seluas 2 hektar di Desa Cepoko RT/RW 004/001 Kecamatan Gunungpati Kota Semarang itulah Mulyadi Irawan mendirikan tempat rehabilitasi pecandu narkoba yang diberi nama Rumah Damai.

Kedamaian

Sebagaimana namanya, tempat ini menawarkan kedamaian dan jalan pulang bagi pecandu narkoba. Di tempat ini mereka diajak kembali hidup normal dan pulang ke pangkuan keluarga dan masyarakat.

Pada November 1998, pelayanan rehabilitasi Rumah Damai mulai aktif dilakukan, pekerjaan langka yang memerlukan pengorbanan luar dalam. “Narkoba mengambil kesempatan yang begitu baik dari kehidupan anak-anak muda dan menjadikan mereka kelompok terbuang, tersisihkan, hilang harapan dan masa depan.

Pertanyaannya, masih adakah kesempatan kedua bagi mereka? Saya percaya kesempatan kedua itu sungguh ada,” tulis Pak Mul yang akrab dipanggil Papi dalam pamflet profil Rumah Damai.

blank
HALAMAN : Saat penulis (berdiri kiri nomor dua) bertemu salah satu pengurus Rumah Damai di sisi timur halaman.

BANGUNAN seluas 800 meter persegi itu tertutup pagar setinggi ukuran tubuh orang dewasa. Ada papan nama besar Panti Rehabilitasi Sosial Rumah Damai di bagian depannya. Setelah pintu dibuka, kita bisa memarkir kendaraan di halaman yang cukup luas. Bangunan Rumah Damai didesain terpisah beberapa bagian. Perlu akses khusus, sebagian dikunci, agar kita bisa masuk dari bangunan satu ke bangunan lainnya.

Bagian paling depan adalah sekretariat yang ditempati empat staf administrasi. Kemudian bagian depan lainnya adalah kamar para konselor, rumah pimpinan dan guest house yang disediakan bagi keluarga pecandu narkoba yang sedang membesuk keluarganya. Sedangkan bagian samping depan adalah tempat produksi roti.

“Tapi untuk produksi roti ini akan segera dialihkan ke Jakarta karena pasarnya di sana lebih menjanjikan. Perlatannya juga akan dibawa ke sana,” ujar Maruli Siahaan, salah satu konselor Rumah Damai, Senin (10/12).

Itu adalah bagian pertama bagunan Rumah Damai. Masuk ke bagian kedua, atau bagian dalam, kita harus melalui gerbang yang terkunci. Tidak semua orang bisa masuk. Di dalamnya terdapat beberapa fasilitas olahraga yaitu meja billiard, kolam renang, lapangan basket yang multifungsi karena bisa juga digunakan untuk futsal, bola voli serta bulu tangkis.

Fasilitas

Ada juga kolam ikan di area tersebut. Para “siswa”, begitu para penghuni Rumah Damai biasa disebut, bisa memanfaatkan fasilitas olahraga  kapanpun. Biasanya mereka bermain secara berkelompok.

Masih pada bagian ruang terbuka itu, terdapat beberapa bangunan kotak yang hanya muat ditempati orang yang duduk bersila. Di situlah para “siswa” melakukan doa pagi untuk lebih menenangkan jiwa mereka.

Itu merupakan salah satu sesi rutin yang dilakukan oleh orang yang sedang direhabilitasi di Rumah Damai. Memang tempat ini menimbulkan kedamaian. Suasana pedesaan yang sejuk udaranya membuat kita betah berlama-lama di dalamnya.

Meskipun raga “terkurung” namun mata kita tetap bisa memandang hamparan pemandangan hijau nan asri di sekitarnya. Ada enam pohon durian yang sedang berbuah. Buah-buahnya bergelantungan dan terlihat sangat menggiurkan.

Di bagian agak pojok adalah dapur yang menyatu dengan tempat makan. Beberapa meja makan panjang berjajar rapi dengan kursi-kursinya. Para “siswa” selalu makan bersama dengan jadwal yang sudah ditentukan.

Makan bersama adalah cara para konselor menumbuhkan solidaritas dan kebersamaan sesama penghuni Rumah Damai. Baik penghuni lama maupun pendatang baru bisa saling berbaur dan mengenal. Tidak ada sekat di antara mereka.

“Setiap senin kita puasa. Ini agar penghuni belajar bersabar menahan lapar. Selain itu bagus juga untuk kesehatan,” ujar Maruli menambahkan.

Bagian bagunan selanjutnya adalah asrama. Bangunan tembok lantai 2 ini terdiri dari beberapa kamar yang dihuni oleh para “siswa.” Total keseluruhan ada 10 kamar dengan kapasitas kamar masing-masing dihuni oleh empat orang.

Perpustakaan

Di bagian bawah ada 2 blok kamar yang mana setiap blok diberi teralis besi dan dikunci dari luar. Pada jam-jam yang sudah ditentukan, para siswa dikeluarkan untuk melakukan program dan aktifitas rutin.

Sedangkan pada lantai dua terdapat satu blok kamar yang juga terkunci dan sebuah ruang perpustakaan.  “Biasanya mereka berada di dalam kamar kalau jam istirahat siang,” ujar Maruli Siahaan.

Di ruang perpustakaan yang cukup lebar terdapat rak-rak buku, meja baca beserta kursinya. Di pojokan ruangan terdapat beberapa fasilitas fitnes. Dari balkon asrama lantai 2 inilah kita bisa menikmati hijaunya kebun belakang milik Rumah Damai.

Ada beberapa tanaman yang tumbuh di sana. Ketela, kelapa, sukun, durian dan tanaman keras lainnya tumbuh subur nan hijau. Kebun tersebut dikelola masyarakat sekitar dan setelah panen Rumah Damai diberi hasilnya.

Puluhan plakat dan cindera mata tertata rapi di sana. Itu merupakan pemberian dari para tamu, baik pribadi maupun kelembagaan, yang berkunjung ke sana. Ada juga yang diperoleh sewaktu pengurus Rumah Damai diundang pada acara seminar di luar.

Ya, Rumah Damai telah banyak berbagi informasi dan pengalaman dalam berbagai forum di Indonesia.  “Pada 2013, kami mengirim tiga orang ke Polandia. Sedangkan pada 2016 kami mengirim satu personil ke Homeless World Cup di Skotlandia,” tambah Maruli.

Hoemeless World Cup adalah turnamen bola untuk orang-orang atau komunitas yang terpinggir dan marjinal.

Pada bagian bangunan paling bawah adalah ruang isolasi, mirip seperti ruang tahanan. Di dalamnya ada tikar dan bantal. Kalau ada “siswa” yang membuat keributan mereka dihukum di dalamnya barang satu atau dua hari supaya jera. Misalnya ada yang berbuat onar sampai kontak fisik dengan penghuni lainnya maka akan dimasukkan ke sana.

RUMAH Damai memberlakukan standar yang sangat ketat bagi calon peserta rehabilitasi narkoba. Kalau di tempat rehabilitasi lain biasanya program yang dijalankan hanya selama 6 bulan, di Rumah Damai pecandu yang mendaftar untuk ikut program rehabilitasi harus bersedia menandatangani kesepakatan tinggal selama satu tahun.

Pada tiga bulan pertama pecandu narkoba akan mengikuti terapi penyembuhan berupa pemulihan fisik. Selanjutnya pada bulan ke 4-9 pecandu narkoba akan mengikuti program pemulihan yang meliputi membangun mental dan karakter.

Sedangkan tahap terakhir adalah bulan ke 10-12. Peserta rehabilitasi akan diajarkan bagaimana bersosialisasi dan mempersiapkan diri kembali ke keluarga dan masyarakat.

“Kalau sudah di sini tidak boleh pegang HP dan uang. Semua kebutuhan disiapkan di sini. Mulai makan dan kebutuhan lainnya,” ujar Candri, konselor di Rumah Damai.

Setiap bulan peserta rehab memberikan uang Rp. 4 juta dan digunakan untuk keperluan di Rumah Damai, mulai dari biaya makan dan semua keperluan operasional lainnya.

Sampai saat ini, Rumah Damai sudah merawat setidaknya 750 orang. Sedangkan daya tampung yang mereka sediakan adalah untuk 60 orang. Kebetulan yayasan ini hanya menerima pecandu narkoba dari agama Kristen.

IPWL

Jadi seandainya ada pecandu dari kalangan muslim atau agama lainnya akan dirujuk kepada tempat rehabilitasi yang lain. Begitu pula kalau kapasitasnya sudah penuh maka akan dirujuk ke tempat lain. Salah satunya adalah Balai Besar Rehabilitasi Narkoba milik Badan Narkotika Nasional (BNN) di Lido, Bogor, Jawa Barat.

“Tapi kalau untuk rawat jalan kami menerima dari semua golongan dan agama. Kebetulan Rumah Damai juga sebagai Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) yang telah ditunjuk oleh Kementerian Sosial (Kemenkes),” ujar Langlang Buana, staf administrasi di sana.

Lalang sendiri adalah seorang muslim berhijab yang setahun terakhir menjadi staf Rumah Damai. Pada 2018 ini, Rumah Damai menerima sedikitnya 20 pecandu narkoba yang menjalani rawat jalan. Mereka akan diberikan layanan konseling oleh para konselor di Rumah Damai.

Layanan konseling memang diberikan kepada semua penghuni Rumah Damai. Setiap orang rata-rata melakukan konsultasi selama 45 menit dalam sehari. Dalam sesi ini konselor dan peserta rehabilitasi akan berdiskusi dan saling memberikan motivasi.

Peserta rehab datang dari berbagai tempat di Indonesia. Mulai dari Papua, Palembang, Jakarta, Batam, Surakarta, Toli-Toli dan Semarang. Kebanyakan yang direhabilitasi di sini adalah pemakai narkoba jenis methamphetamine (sabu).

Namun belakangan ini mulai banyak yang menggunakan narkoba jenis baru seperti syntetic cannabinoid (ganja sintetis). “Tahun 2018 ini ada beberapa yang menggunakan Tembakau Gorila,” ujar Indra, salah satu staf Rumah Damai.

Sedangkan untuk kepentingan pelayanan medis, Rumah Damai akan merujuk peserta rehabilitasi untuk dirawat di beberapa Puskesmas, RS Kariadi, RS Elizabeth dan RSJ Gondo Amino Semarang. Itu jika kebetulan ada penghuni Rumah Damai yang sakit maka akan segera dirujuk ke tempat lain seperti di atas.

RUMAH Damai kini telah memulihkan ratusan pecandu narkoba dan memulangkan mereka ke pangkuan keluarga. Maka untuk terus memantau para alumninya, setiap bulan Juli mereka mengadakan reuni dan mengundang para alumninya. Perasaan senang tentu berbinar dalam perasaan pengurus Rumah Damai. Sebagian besar “siswa” mereka telah kembali pulang dan bisa kembali hidup normal.

Namun ada pula kabar yang menyebut sebagian kecil dari mereka kembali lagi dalam jerat gelap kehidupan lamanya. “Sepulang dari sini ada yang jadi pendeta, jadi pengusaha, jadi musisi. Puji Tuhan,” ujar Maruli Siahaan. Mereka berjejaring. Setiap alumni biasanya membawa pasien baru untuk direhabilitasi. Itu adalah cara mereka menghidupkan dan membuat Rumah Damai dikenal masyarakat.

Saling Percaya

Selain dengan cara seperti di atas, masyarakat dapat mengenal lebih dalam Rumah Damai dengan mengunjungi situs www.rumahdamai.org.

Kehidupan di Rumah Damai memang sangat memberikan kesan. Bahkan ada yang rela menetap dan mengabdikan diri untuk kesembuhan sesama pecandu narkoba. Contohnya adalah Maruli Siahaan yang masuk ke Rumah Damai pada 2010. Sebelumnya dia empat kali ditangkap polisi karena narkoba. Sekarang Maruli tinggal bersama istrinya di Rumah Damai.

Ada juga Candri. Pria asal Palembang ini sudah enam tahun berada di Rumah Damai. Dia memutuskan menjadi konselor. Ya, Rumah Damai adalah tempat kepercayaan ditumbuhkembangkan. Tidak ada satpam dan penjaga rumah. Yang ada adalah saling percaya dan saling menguatkan. Yang senior menjaga yang baru datang. Yang baru datang belajar pulih dan berkembang. (suarabaru.id)