blank
BLOK CEPU : Lapangan Banyu Urip di Blok Cepu, terletak selatan jalan Raya Cepu-Bojonegoro KM-15, berproduksi minyak mentah 210.000 barrel perhari. Foto : Wahono

BLORA – Kabupaten Blora  pada Selasa, 11 Desember 2018, menapak usia ke-269 (11 Desember 1749-11 Desember 2018), yakni kabupaten yang terkenal sebagai penghasil kayu jati kualitas terbaik di dunia.

Usia 269 adalah usia yang tergolong sudah matang. Meski demikian, kabupaten paling tirmu di Provinsi Jawa Tengah tersebut, dituntut untuk terus membangun,  melakukan perubahan, berbenah diri, dan perbaikan di segala bidang,

Kelahiran Blora, bertepatan dengan “Surya Sengkala Trus Kawarna Sabdaning Aji” waktu itu bertepatan 2 Syura tahun Alib 1675 (1749) ber-Candra Sengkala Panca Pandhita Obahing Bumi.

Dalam catatan sejarah, kelahiran kabupaten yang saat ini dipimpin Bupati H. Djoko Nugroho, adalah bersamaan dengan diangkatnya Bupati Blora pertama, Tumenggung Wilatikta.

Dari tetenger itulah, maka sejarah mencatat sampai 2018 ini, kabupaten yang terdiri 16 wilayah kecamatan, 295 desa/kelurahan dengan mata pencaharian penduduk mayoritas petani, telah dipimpin 28 bupati.

Blora tercatat juga sebagai daerah dengan kondisi wilayah yang terasa adem, ayem, dan kondusif. Hijau sudah tampak dimanana-mana, karena saat ini sudah masuk musim penghujan.

Pemandangan bumi Blora saat ini, jauh berbeda dua bulan lalu yang tampak kering, warga mengeluh kesulitan air untuk kebutuhan sehar-hari, derita menahun yang masih belum bisa ada solusinya.

Blok Cepu

Diakui Bupati Djoko Nugroho, masalah yang belum bisa tertangani dengan baik, tidak lain masih seputar warganya yang kekurangan (kesulitan) air di saat musim kering.

“Masalah memprihatinkan dan sudah menahun adalah kasus kesulitan air bersih di musim kemarau, kami terus carikan solusinya, salah satunya proyek SPAM,” kata Djoko Nugroho.

Kini roda pembangunan terus berputar. Warga Blora mulai bisa menggampai mimpi indahnya, yakni terwujudnya tiga proyek besar yang terus membuai harapan warganya.

Proyek-proyek itu bernama klaster (cluster) gas yang kini sudah bisa dinikmati sebagian warga di Blora selatan. Mimpi kedua, ada titik terang pembangunan (pengembangan) lapangan terbang (Bandara) Ngloram di Kecamatan Cepu.

Ketiga, adalah giant oil (cadangan minyak raksasa) Blok Cepu yang kini telah berproduksi 210.000 barrel perhari. Namun minyak itu belum menetes untuk kesejahteraan warga Blora dalam bentuk dana bagi hasil (DBH) migas.

DBH migas Blok Cepu, sudah diperjuangkan tanpa kenal lelah oleh Pemkab, dan para pihak dalam kurun lima tahun terakhir, namun perjuangan itu belum ada hasil, masih pepesan kosong.

Maka selain DBH Migas Blok Cepu, diakui atau tidak, beban dan PR terberat Pemkab Blora  saat ini  masih soal kekeringan (kurang air di musim kemarau).

Ironisnya, saat memasuki musim penghujan warga jadi miris, ketar-ketir dan was-was akan datangnya horor bencana puting beliung, banjir bandang, dan tanah longsor, karena Blora termasuk daerah rawan tiga bencana alam itu.(suarabaru.id/wahono)