blank
Kepala Pusat Penelitian Biologi LIPI, Witjaksono menyerahkan secara simbolis buku 13 flora yang terpampang di relief Candi Borobudur dan pohon manggis kepada Fauziyah dari Kebun Raya Purwodadi, (Suarabaru.id/dh)

 

 

MAGELANG- Sedikitnya 13 dari 80  flora yang terpampang pada relief Candi Borobudur dibukukan oleh Lembaga  Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI).
Ke 13 flora tersebut adalah pohon mangga, durian,manggis, pohon bodhi( Kalpataru), pisang, sukun, tebu, talas, siwalan, bunga tanjung, bunga seroja atau lotus atau  bunga teratai, jambu , pohon nangka dan pohon pulai.

‘’Flora tersebut merupakan jenis tanaman yang bisa ditanam pada saat itu sekitar Abad ke-8 Masehi, dan semuanya
tergambar pada relief Candi Borobudur di tingkat Rupadhatu (tingkatan kedua bangunan candi tersebut red),’’ terang  Kepala Pusat Penelitian Biologi LIPI,  Witjaksono, pada acara Diseminasi Hasil Kegiatan IBSAP Lokus Borobudur,  kemarin.

Dia menuturkan, pada umumnya tanaman yang telah diteliti dan dibukukanoleh LIPI merupakan tanaman yang  dimanfaatkan oleh masyarakat  zaman dulu. Selain itu, ke-13 pohon dan bunga  itu juga sangat identik dengan kehidupan saat itu,  dan saat ini menjadi salah satu ikon dari Candi Borobudur.

‘’Misalnya bunga seroja atau lotus atau orang awam menyebutknya bunga teratai, sangat identik dengan Candi Borobudur yang dilihat dari atas,’’ ujarnya.
Menurutnya,   dengan dibukukan sejumlah flora yang terdapat di sekitar kawasan Candi Borobudur  diharapkan bisa menambah ilmu pengetahuan bagi masyarakat atau para pelajar yang  datang berkunjung ke  candi peninggalan Dinasti Syailendra tersebut.
Selain itu, lanjut Witjaksono, penelitian ragam flora di sekitar Candi Borobudur tersebut juga bertujuan untuk mendukung pengembangan cagar biosfer kawasan Merapi, Merbabu, Menoreh dan Borobudur.

Direktur Eksekutif Komite Nasional  Man and Biosphere
Proggram ( MAB) Unesco Indonesia LIPI Y Purwanto mengemukakan, tahun ini LIPI mengusulkan dua cagar biosfer baru untuk menambah cagar biosfer yang sudah ada di Indonesia.

Dua cagar biosfer yang diusulkan ke Unesco agar diakui oleh dunia adalah kawasan Merapi, Merbabu, Menoreh
dan Taman Nasional Kepulauan Karimun Jawa, Kabupaten Jepara.

‘’Kedua cagar biosfer yang diusulkan  tersebut  merupakan cagar biosfer yang ada di Jawa Tengah. Sementara yang lainnya ada di luar Jawa Tengah,’’ ungkapnya.
Purwanto menambahkan, saat ini di Indonesia sudah ada 14 cagar biosfer yang telah diakui United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization(Badan Pendidikan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-bangsa ).
Ke- 14 cagar biosfer yang sudah ada di In Program ini ditujukan untuk mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati dan pembangunan berkelanjutan, dengan melibatkan peran serta masyarakat local berdasarkan ilmu pengetahuan.

Sampai saat ini Indonesia telah memiliki 14 cagar biosfer yang telah diakui oleh UNESCO. Yakni, cagar biosfer (Taman Nasional)  Gunung Leuser, Aceh Nangro Darussalam. Taman Nasional Siberut, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat.  Taman Nasional Lore Lindu, Palu, Sulawesi Tengah.  Pulau Komodo, Labuan Bajo, Nusatenggara Timur. Gunung Gede Pangrango, Cibodas, Jawa Barat.

Berikutnya Tanjung Puting, Kalimantan Tengah. Giam Siak, Pekanbaru. Taman Laut Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Taman Nasional  Bromo-Semeru- Tengger- Arjuno, Jawa Timur.
Selain itu, Taman Laut Takabonerate di Kabupaten
Selayar, Sulawesi Selatan. Cagar Biosfer Blambangan yang meliputi Taman Nasional Alas Purwo, Taman Nasional Baluran dan Taman Nasional Meru Betiri. Taman Nasional Berbak dan Taman Nasional Sembilang, Sumatera Selatan. Cagar Biosfer Betung Kerihun Danau Sentarum Kapuas Hulu, Kalimantan  Barat dan Taman Nasional Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat. (Suarabaru.id/dh)