blank
Tari Soreng dari Komunitas Wargo Budaya Merbabu tampil pada acara 'Refleksi Nusantara untuk Palu', (Suarabaru.id/dh)

 

MAGELANG- Manajemen Atria Hotel Magelang menggandeng para seniman di kota itu menggelar pertunjukan ‘Refleksi Nusantara untuk Palu’  yang dilaksanakan Rabu malam (10/10) di Paramount Ballrroom hotel tersebut.

Kegiatan itu sekaligus mengumpulkan donasi untuk korban bencana gempa dan tsunami yang terjadi di Palu, Sigi dan Donggala pada 28 September 2018.

Acara diawali dengan pementasan anak-anak SD Katholik Pendowo Magelang,  yang menampilkan mini drama berjudul   ‘’Nunggu Tetesing Cahya’’.  Berikutnya penampilan dari 20 komunitas seni dan budaya yang ada di Magelang.

Antara lain tarian dari Komunitas Lima Gunung, musikalisasi puisi, pantomin, paduan suara dari Universitas Negeri
Tidar Magelang dan sebagainya.

Di bagian tengah pertunjukan diisi orasi tentang mitigasi kebencanaan oleh  Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang, Edy Susanto. Kemudian orasi budaya Presiden Lima Gunung Sutanto Mendut dan sejumlah seniman lainnya.

General Manajer Atria Hotel Magelang, Chandra Irawan mengatakan, kegiatan ini dilaksanakan spontan  kerjasama antara Manajemen Atria Hotel Magelang dengan  sejumlah seniman dari Komunitas Lima Gunung. Kegiatan dikemas dalam bentuk pementasan kesenian.

‘’Persiapannya hanya tiga hari sekaligus menggelar kegiatan amal untuk menggalang dana kemanusiaan bagi korban bencana gempa dan tsunami yang terjadi di Palu, Sigi dan Donggala,’’ tuturnya.

Dia menambahkan, kegiatan ini  merupakan salah satu bentuk
kepedulian Atria Hotel  dan masyarakat Magelang terhadap bencana Palu dan bencana lainnya  yang terjadi akhir-akhir ini.

Dia menuturkan, kegiatan ini juga untuk mengingatkan masyarakat agar selalu tanggap dan siap jika sewaktu-waktu terjadi bencana.
‘’Melalui acara ini, kami memberikan support kepada para korban sekaligus mengingatkan masyarakat untuk tanggap bencana. Kami juga ingin mengajak masyarakat Indonesia untuk bersatu-padu saling menguatkan di tengah duka yang terjadi, bukan malah terpecah belah karena isu Pemilu 2019,’’ pintanya.

Chandra menceritakan, pada bencana gempa bumi dan tsunami di Palu dan sekitarnya,  salah satu kerabatnya juga menjadi korban gempa yang berkekuatan 7,4 skala Richter. ‘’Keluarga besar saya juga menjadi korban gempa di Palu yang terjadi 28 September 2018.  Keponakan saya Deby Fatimah Mondo meninggal  dunia tepat di hari ulang tahunnya usai wudhu sesaat sebelum melaksanakan shalat Magrib,’’ ungkap pria asal
Makasar ini.

Dia berharap,  acara semacam itu dapat menjadi pengingat bagi pemerintah untuk mengedepankan usaha-usaha mewaspadai bencana alam. Karena, mencegah kerusakan dan jatuhnya korban lebih lebih baik daripada penanganan setelah terjadi
bencana alam.

Di tengah pertunjukan seni panitia memberi kesempatan kepada para penonton yang ingin membantu para korban dengan memberi bantuan seikhlasnya. Juga sejumlah seniman lukis melelang hasil karyanya berupa lukisan sketsa wajah dari sebagian penonton. Donasi  yang terkumpul mencapai  Rp 6.324.000. (Suarabaru.id/dh)