blank
Seni kothekan atau gejok lesung, ikut dilombakan dalam menyambut (mapak) Satu Sura. Ini digelar oleh komunitas nelayan Waduk Gajahmungkur yang tergabung dalam KTN Mina Tirta. Bersamaan itu, juga diadakan lomba menghias pohon di areal sabuk hijau (green belt).(suarabaru.id/bp)
WONOGIRI – Untuk melakukan ritual ‘mapak’ (menyongsong) datangnya Tanggal 1 Sura Tahun Be 1952, komunitas nelayan perairan Waduk Gajahmungkur, Wonogiri, akan menggelar pentas wayang kulit semalam suntuk yang dikolaborasikan dengan musik campursari. Sementara itu, para bakul Pasar Wuryantoro mengadakan kenduri selamatan.
Pentas wayang semalam suntuk yang dipadukan dengan musik Campursari, dilakukan oleh para nelayan yang tergabung dalam Kelompok Tani Nelayan (KTN) ‘Mina Tirta’ pimpinan Ato (50), yang bermarkas di Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Kecamatan Wuryantoro (20 Kilometer arah barat daya Kota Wonogiri). Tokoh masyarakat Wuryantoro, Sukadi (60), menyatakan, pentas wayang kulit semalam suntuk dimulai Senin malam (10/9) sampai dengan Selasa dinihari (11/9). Menyajikan lakon ‘Sesaji Raja Soya,’ yang dimainkan dalang lokal senior Ki Suparso (65) dari Wuryantoro, Wonogiri.
Menurut Sukadi, pentas wayang kulit semalam suntuk ini telah rutin dilakukan oleh para nelayan yang tergabung dalam KTN Mina Tirta, dalam setiap menyambut datangnya 1 Sura. Mereka, sehari-hari bermarkas di TPI Kecamatan Wuryantoro. ”Setiap ‘mapak’ satu Sura, selalu menggelar wayang kulit, sekaligus untuk hiburan dalam melakukan tirakatan Suran,” jelas Sukadi.
Sebelum menggelar pentas wayang kulit, Senin siang (10/9), digelar lomba tradisional ‘gejok’ atau ‘kothekan’ lesung.
Ketam dan lesung merupakan alat tradisional untuk menumbuk padi bagi kaum agraris pedesaan. Tapi sejak ada ricemill atau rumah penggilingan padi, keberadaan lesung dan kelengkapan ‘alu’ atau ketam, tidak lagi digunakan. Untuk melestarikan benda bersejarah bagi kaum tani tersebut, setiap menyongsong Tanggal 1 Sura, dimanfaatkan untuk lomba ‘kothekan’ lesung.
Lomba kothekan lesung ini, diikuti para wanita istri atau keluarga nelayan dan petai pedesaan. Mereka membentuk regu yang beranggotakan lima sampai tujuh orang setiap kelompoknya. Sebagian tampil menjadi vokal dan selebihnya mengiringinya dengan konthekan lesung. Menyajikan aneka irama tetabuhan, guna mengiringi dendang lagu atau tembang yang dinyanyikan. Termasuk lagu atau tembang dolanan yang populer di telinga anak-anak sampai orang dewasa.
Lain halnya dengan ara bakul yang tergabung dalam Paguyuban Pedagang Pasar Wuryantoro, Senin malam (10/9), menggelar acara tirakatan dengan memakai sarana kenduri selamatan. Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Wuryantoro, Wonogiri, Jangkung Tri Atmojo, menyatakan, acara tirakatan ini sudah rutin dilakukan setiap tahun sekali. ”Untuk menyambut datangnya Tanggal Satu Sura,” tuturnya. Melalui ritual kenduri, para pedagang menyampaikan rasa syukur atas berkah, anugerah dan rezeki yang selama ini diberikan oleh Tuhan. Selanjutnya, mohon agar para pedagang beserta keluarganya, senantiasa diberikan anugerah kesehatan, keselamatan, rezeki yang berkah dan bahagia.(suarabaru.id/bp)