blank
Salah satu pekerja pengrajin tahu Kebonan Kel. Proyonangan Utara Kecamatan Batang Rabu, (5/9/18). (Suarabaru.id/dok)

BATANG- Nilai tukar Rupiah yang terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah, tercatat Rabu (5/9) nilai tembus diangka Rp 14.955 berdampak serius terhadap industri rumah tangga.

Karena anjloknya rupian, beberapa sektor usaha yang menggunakan produk impor juga terdampak. Seperti industri tahu skala rumahan yang hingga kini menggunakan bahan baku kedelai dari luar negeri.

Satu di antaranya Gerjito (70) pemilik industri tahu di Desa Kebonan Rt 2 Rw 4 Kelurahan Proyonanggan Utara Kecamatan Batang.

Ia mengatakan, harga bahan baku kedelai naik yang sebelumnya Rp 6800 dan kini Rp 7.400/kg. “Memang kenaikan tidak signifikan namun kami memerlukan 2 kwintal kedelai perhari untuk membuat tahu, kalau dihitung kami harus mengeluarkan uang lebih sekitar Rp 120 ribu setiap harinya untuk proses produksi,” katanya saat ditemui dirumahnya Rabu( 5/9).

Gerjito mengaku tak menurunkan harga jual tahu ataupun memperkecil ukuran produknya, pasalnya, jika ia melakukan hal tersebut, para pembeli akan mengeluh.

“Mau bagaimana lagi, kalau saya naikkan harga pasti pembeli mengeluh. Jadi ya tetap saya jual dengan harga normal diangka Rp 54 ribu perkotak besar,” paparnya.

Dengan melakukan hal tersebut, usaha yang dirintis oleh pria 70 tahun tersebut tak mendapat untung alias stagnan.

“Hampir enam bulan terakhir industri tahu di wilayah kami tak memperoleh untung, karena harga kedelai selalu meningkat. Hanya bisa membayar ongkos pekerja dan biaya produksi setiap harinya,” tuturnya.

Garjito berharap, perekonomian segera pulih dan nilai tukar Rupiah stabil agar roda-roda usahanya bisa dijalankan kembali.

Adapun Yuni (50) satu di antara penjual kedelai besar yang ada di Kabupaten Batang menambahkan, setiap hari harga kedelai naik di angka Rp 100 perkilogramnya.

“Harga kedelai tak pernah turun dan tak pernah stabil, harga terakhir tiga bulan lalu di tingkat pengecer mencapai Rp 6400 dan kini terus mengalami kenaikan,” tambahnya.

Para pelaku usaha tahu dikatakan Yuni kerap mengambil kedelai di tokonya yang terlatak di Jalan Jendral Sudirman.

“Dulu ramai ada yang membeli 2 kwintal ada juga 50 kilogram setiap harinya, namun karena dolar naik sekarang jadi sepi pembeli,” timpalnya.

Sementara Ketua Tim Pengendalai inflasi Daerah ( TPID) Nasikhin mengatakan, Pihak Pemkab Batang kini tengah melakukan pendataan bersama Badan Pusat Statistik (BPS) di sektor mana saja yang terdampak menguatnya Dolar Amerika Serikat (AS) terhadap nilai tukar Rupiah.

“Pendataan tersebut dirasa penting untuk melakukan langkah penanganan jika terjadi inflasi yang disebabkan melemahnya nilai tukar Rupiah” Kata Nasikhin yang juga Sekda Kabupaten Batang

Selain itu sektor-sektor usaha pengelohan dan industri yang masih mengandalkan bahan baku dari luar negeri dirasa rentan terdampak menguatnya nilai tukar Dolar AS.

“Melemahnya Rupiah merupakan fenomena nasional dan terkait dengan kondisi perekonomian global, sehingga berdampak pada usaha yang masih mengandalkan bahan baku impor akan sangat berpengaruh. Seperti pengrajin tahu, tempe, tekstil dan produsen obat-obatan yang tersebar di beberapa wilayah Kabupaten Batang, karena bahan baku masih mengandalkan kedelai impor,” jelasnya.

Ia juga menyarankan pada pengrajin tahu untuk memperkecil ukuran produk seperti tempe dan tahu, serta inovasi terkiat pengganti bahan baku impor yang kini masih menjadi ketergantungan.

“Memang kedelai lokal belum bisa mencukupi untuk produksi produk olahan dalam negeri. Namun jika ada inovasi terkait penganti bahan baku kami yakin, para pelaku usaha tidak akan terpengaruh adanya pemguatan nilai tukar Dolar terhadap Rupiah,” Kata Nasikhin

“Meskipun Dolar naik yang membuat bahan baku impor meroket. Namun kami akan memastikan bahwa pasokan bahan tersebut lancar dan tidak terhambat,” katanya.

Kedepan, pihanya berencana akan mengurangi bahan-bahan impor dan menganti dengan bahan dasar seperti kedelai yang bisa didapatkan di dareah melalui sosialisai ke pada para pelaku usaha.

“Fundamental perekonomian memang harus ditingkatkan dari skala terkecil, agar saat terjadi penguatan Dolar masyarakat tidak terdampak terlalu parah, karena sudah bisa mandiri dalam hal ekonomi. Kami berharap penguatan nilai tukar Dolar hanya sesaat,” imbuhnya.(Suarabaru.id/nin)