blank
Prosesi siraman pengantin, menyertakan pula ritual dodol dawet. Ini sebagaimana dilakukan oleh Slamet Raharjo, warga Lingkungan Cubluk RT 1/RW 4, Kelurahan Giritirto, Kecamatan dan Kabupaten Wonogiri.(suarabaru.id/bp)

WONOGIRI – Salah satu upacara adat warisan nenek moyang adalah prosesi siraman (mandi jamas) calon pengantin. Prosesi ini, mengandung banyak falsafah dan kaya akan makna filosofi kehidupan. Siraman, dimaknai agar calon pengantin bersih diri dan bersih hati, supaya mantap dalam melangsungkan pernikahan. Seluruh keluarga besar dan para sesepuh berkumpul, memberikan doa restu dan dukungan moral kepada calon pengantin dalam persiapan memasuki fase kehidupan membangun bebrayan (keluarga) baru.

Menurut Budayawan Jawa Kanjeng Raden Arya (KRA) Pranoto Adiningrat, siraman disertakan sesaji untaian padi kuning yang menyertai gayung, sebagai lambang merunduk dan mengayomi keluarga. Sesaji bubur sengkala, sebagai sarana penolak bencana, umbi-umbian ‘pala kependhem’ rebus, bermakna agar rumah tangganya mempunyai pondasi yang kuat. Disertakan pula kendi ‘pratala’ berisi air suci, tumpeng robyong sebagai sarana memohon keselamatan, kesuburan dan kesejahteraan.

Mengenai air (tirta) suci untuk siraman, abdi dalem Keraton Surakarta, KRA Pranoto Adiningrat, penerima anugerah Bintang Budaya ini, menyatakan, di Indonesia memiliki potensi sembilan sumber (mata air), yang oleh para ahi spiritual dipahami memiliki kadungan aura gaib ‘daya linuwih’. Enam diantaranya berada di Pulau Bali, yakni di Tirta (baca tirte) Empul dekat Pantai Mertesari Sanur, Kereban Langit di Sading Sempidi Denpasar, Lesung Mas di Hutan Bali Barat, Tanah Wuuk di Sangeh, Tulamben di Karangasem, dan Temesi di Gianyar. Berikut dua sumber air suci di Pulau Jawa, yaitu di Sugihwaras dan di Watu Klosot Lumajang Semeru di Jatim. Selanjutnya sumber air Sinaru di Lombok NTB.

Terkait siraman, Sabtu (1/9), pasangan suami istri Slamet Raharjo SAg-Rustisah Siti Lestari, warga Lingkungan Cubluk RT 1/RW 4 Kelurahan Giritirto, Kecamatan dan Kabupaten Wonogiri menggelar siraman putrinya, Hendarwati Pamungkas ST yang berjodoh dengan Danang Prasetyo Adhy SPd (putra Masyuri-Ny Sri Sutini dari Rawangsari, Pagutan, Manyaran, Wonogiri). Dipakai air dari ‘tuk pitu,’ yakni air yang diambil dari tujuh tempat sumber mata air di Wonogiri. Ikut menyirami calon pengantin putri, tujuh Hajah (Ny Kasto, Ny Mulyono Wasto, Ny Dasini, Ny Sumirat, Ny Suyati, Ny Suwarno Djoyosetiko dan Ny Sutini).

Saat prosesi siraman berlangsung, Pambyawara (MC) H Suyanto, budayawan Permadani Wonogiri, mengiringinya dengan mendendangkan aneka tembang yang syairnya sarat dengan mantera doa permohonan kemuliaan untuk calon pengantin. Dilakukan pula pemecahan kendi pratala menandai akhir prosesi siraman, yang dirangkai dengan pemotongan rambut calon pengantin untuk ritual ruwatan, yakni membebaskan sukerta (lilitan aura sebel sial). Bersamaan dengan waktu menunggu calon pengantin ganti busana, dilakukan ritual ‘dodol dawet’ (berjualan minuman dawet cendol). Kepada hadirin dibagikan kreweng (mata uang dari gerabah) untuk membeli dawet pengantin.(suarabaru.id/bp)