blank
Foto : Boyamin Saiman (Koordinator MAKI). Foto : Ist

SEMARANG – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), akan turun ke Blora untuk klarifikasi penghentian penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan buku dari DAK Kabupaten Blora tahun 2010, 2011, dan 2012 oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah.

MAKI menilai, adanya keanehan dalam penanganan dan penghentian perkara atas tersangka Achmad Wardoyo, Kepala Dinas Pendidikan Pendidikan (Dindiknas) Kabupaten Blora.

“Kami akan cek ke Kejati Jateng, dilanjut ke sekolah-sekolah di Blora terkait pengadaan itu. Apakah betul tidak ada masalah,” ungkap Koordinator MAKI Boyamin Saiman, Selasa (14/8).

MAKI menambahkan, apakah ada permainan dalam penanganan dan penghentian perkara itu, maka perlu mengklarifikasi.

“Siapa yang bermain harus ditindak tegas. Jika Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terbit bermasalah, kami bisa praperadilankan,” kata Boyamin.

Sebelum resmi di SP3 pada 29 April 2016, Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP) dan Kejati Jateng diketahui sempat saling lempar tanggung jawab.

Hal itu sesuai laporan Kordinasi dan Supervisi (Korsup) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas wewenang keduanya.

Laporan Korsup

Pertama, berdasarkan surat klarifikasi KPK RI nomor R-573/20-25/05/2015 tanggal 12 Mei 2015, tentang permintaan perkembangan hasil audit investigasi ke BPKP Perwakilan Jateng.
Hasilnya, sesuai ekspose 29 Oktober 2013 disimpulkan salah satunya agar penyidik melengkapi bukti. Namun sampai 19 Mei 2015, BPKP Jateng dalam suratnya tertanggal 3 Juni 2015 belum menerima bukti dari Kejati yang diminta.

Sementara kedua, atas dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan DAK dalam proyek pengadaan buku di Kabupaten Blora tahun 2010-2012.

Berdasarkan surat klarifikasi KPK RI nomor R-341/20-25/03/2015 tanggal 6 Maret 2015 ke Kejati Jateng tentang perkembangan penyidikannya.

Hasilnya, atas penyidikan tersangka Achmad Wardoyo, penyidik mengaku masih menunggu hasil penghitungan kerugian negara BPKP Jateng sebagaimana yang dimintakan 10 Oktober 2013. Hal itu sesuai surat Kajati Jateng nomor B-1307/0.3/Fd.1/04/2015 tanggal 10 April 2015.

“Temuan dalam laporan Korsup KPK atas penanganan perkaranya, itu menunjukkan ketidakberesan,” kata Boyamin.

Ahli hukum pidana Universitas Cendana Kupang, Dr Bernard L Tanya, mengatakan penghentian penyidikan bisa dibatalkan lewat praperadilan.

Bahkan tidak menutup kemungkinan, nantinya dilakukan proses penyidikan kembali terhadap seorang tersangka, apabila ditemukan bukti-bukti yang cukup setelah permohonan praperadilannya dikabulkan.

Seorang tersangka yang telah dibatalkan penetapan tersangkanya masih dapat dilakukan penyidikan kembali secara ideal dan benar, sepanjang prosedur penyidikan dipenuhi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, papar dosen luar biasa Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta (UNS) yang juga tim ahli perumus Rancangan Undang Undang KUHP itu.

Kejati Jateng diketahui telah menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi pada tahun 2010, 2011, dan 2012 pada tahun 2016 silam.

“Penyidikan tersangka Achmad Wardoyo telah dihentikan melalui SP3 nomor 532 tertanggal 29 April 2016 lalu, sebelum kami menjabat,” kata dia didampingi Kepala Seksi Penyidikan Tindak Pidana Khusus Kejati Jateng, Indi Permadasa mewakili Kajati Jateng, Sadiman.

Penyidik menilai penyidikan perkaranya tidak cukup bukti. Achmad Wardoyo ditetapkan tersangka pada 20 Mei 2013 dengan surat perintah penyidikan (Sprindik) Nomor 14/O.3/Fd.I/05/13.

Sebelunnya, Dia diduga terlibat atas perannnya selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPKom) pengadaan buku senilai lebih dari Rp 9 miliar yang disinyalir merugikan negara Rp 1,9 miliar. Saat kasus terjadi Wardoyo menjabat Kepala Bidang Pendidikan Dasar (Dikdas). (suarabaru.id/Rdi/Hn)