blank
Ketua Komisi II DPRD Wonogiri, Sardi (berdiri), menyalami para peserta public hearing yang hadir di gedung DPRD Wonogiri. Mereka datang dari para tokoh tani, pengurus Gapoktan dan pimpinan Klomtan serta para pejabat dari dinas dan instansi terkait.(SMNet.Com/bp)
WONOGIRI – Komisi II DPRD Wonogiri, Rabu (9/5), menggelar public hearing dalam rangka penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) inisiatif tentang perlindungan dan pemberdayaan petani.
Acara public hearing ini, digelar di ruang sidang utama Graha Paripurna lantai dua gedung DPRD Wonogiri. Hadir memberikan sambutan dan masukan, Wakil Ketua DPRD Wonogiri Dekik Suhardono dan Kepala Dinas Pertaian dan Pangan Kabupaten Wonogiri, Safuan.
Dalam public hearing ini, juga hadir para pimpinan dinas dan instansi terkait. Ketua dan anggota Komisi II beserta Sekretaris DPRD Gatot Siswoyo.
Hadir pula para camat se Kabupaten Wonogiri, para perwakilan dari unsur Kepala Desa (Kades) dan Lurah, para Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dan pimpinan Kelompok Tani (Klomtan).
Wakil Ketua DPRD Wonogiri Dekik Suhardono menyatakan, melalui gelar public hearing ini diharapkan dapat menghimpun masukan sebagai bahan pertimbangan, demi sempurnanya penyusunan Raperda tentang perlindungan dan pemberdayaan petani di Kabupaten Wonogiri. ”Kami harapkan peserta public hearing dapat memberikan masukan sebanyak-banyaknya,” ujar Dekik Suhardono.
Agenda public hearing ini, dilakukan setelah sebelumnya Komisi II DPRD Wonogiri, lebih dulu menggelar forum penjaringan aspirasi masyarakat (Jaring Asmara) di dua lokasi. Yakni di Wonogiri timur yang dipusatkan di Kecamatan Sidoharjo, dan di Wonogiri barat-selatan yang bertempat di Kecamatan Eromoko.

Ketua Komisi II DPRD Wonogiri, Sardi, menyatakan, petani sebagai pelaku pembangunan penghasil pangan, perlu diberikan kejelasan yuridis tentang perlindungan dan pemberdayaannya.

Sinergi dengan program Jateng sebagai wilayah provinsi penyangga pangan nasional, maka para petani yang mendominasi penduduk Wonogiri, mendesak untuk diberikan payung hukum dalam kiat memberikan perlindungan dan pemberdayaan.
Untuk penyusunan Raperda tentang perlindungan dan pemberdayaan petani ini, Komisi II DPRD Wonogiri menggandeng LPPM UNS Sebelas Maret Surakarta, dalam teknis penyusunan naskah akademik. Terkait ini, Tuhana dari LPPM UNS Sebelas Maret Surakarta, ikut hadir untuk sekaligus tampil menjadi moderator dalam forum public hearing tersebut.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Wonogiri, Safuan, menyatakan, kiat memberikan perlindungan dan pemberdayaan petani melalui produk hukum Perda, diharapkan dapat sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan petani. Kepada mereka perlu diberikan kemudahan akses ilmu dan teknologi serta sarana produksi.
Petani di Kabupaten Wonogiri, menempati posisi tawar yang rendah. Hal ini karena terbatasnya pemilikan lahan yang rata-rata kurang dari 0,2 Ha, di sisi lain banyak yang hanya sekadar menjadi petani penggarap dan buruh tani, tanpa memiliki lahan pertanian.
Usaha tani mereka rentan terhadap kegagalan karena serangan hama, bencana alam kekeringan yang merupakan dampak dari perubahan iklim, serta nilai jual prokduk yang mereka hasilkan rendah.
Serangkaian masalah yang melilit para petani ini, telah berdampak negatif kepada kaum muda, yang kini cenderung tidak tertarik lagi untuk menjadi petani.
Terlebih lagi, secara finansial, penghasilan petani ternyata lebih rendah dari Upah Minimum Regional (UMR). ”Penghasilan petani lebih kecil dari gaji buruh pabrik,” jelas Safuan.

Menurut Safuan, Kaupaten Wonogiri yang terdiri atas 25 kecamatan dan 294 desa/kelurahan, memiliki sebanyak 191.065 orang petani dengan jumlah keluarganya sebanyak 765.460 jiwa.

Keberadaan mereka, mendominasi lebih 60 persen dari penduduk Kabupaten Wonogiri. Sebagai petani, mereka tergabung dalam 2.440 Klomtan untuk melakukan usaha pertanian pangan, melalui penggarapan sawah beririgasi teknis, setengah teknis, dan lahan tadah hujan, serta lahan pasang surut Waduk Gajahmungkur.

Pada bagian lain, Safuan, memaparkan jumlah pegawai di Dinas Pertanian Pangan berangsur susut karena pensiun. Petugas penyuluh pertanian yang berstatus PNS tinggal tersisa sebanyak 86 orang dan yang berstatus non-PNS ada sebanyak 80 orang. Idealnya, satu desa satu penyuluh. Tapi kenyataan yang terjadi sekarang, satu penyuluh menangani 2 sampai 3 desa.(SMNet.Com/bp)